
Pembangunan yang ramah lingkungan kini semakin menjadi kebutuhan mendesak, terutama di daerah dengan kekayaan alam besar seperti Jawa Timur. Bukan hanya sekedar menjaga ekosistem, tetapi juga membangun sinergi antara pelestarian lingkungan dengan perkembangan ekonomi lokal menjadi prioritas. Dalam kerangka itu, ekopariwisata hadir sebagai jembatan strategis antara pelestarian alam dan kesempatan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Di tangan instansi pemerintah seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Timur, ekopariwisata dan konservasi tidak lagi sekadar idealisme melainkan bagian dari strategi konkret mempromosikan ekonomi hijau di tingkat daerah.
Pada langkah awal, https://dlhjawatimur.id/ melakukan pemetaan area strategis yang memiliki potensi ekowisata, seperti kawasan hutan lindung, mata air, dan bentang alam pesisir yang masih asri. Pemilihan lokasi tidak didasarkan semata pemandangan menarik, tetapi juga kelayakan ekologis serta kapasitas daya dukung lingkungan. Dengan demikian, upaya wisata tidak justru merusak sumber daya yang menjadi daya tarik. DLH Jawa Timur menggandeng masyarakat lokal sebagai pengelola langsung, dari guiding wisata, edukasi lingkungan, hingga pengelolaan fasilitas sederhana seperti jalur jejak alam, menara pandang, dan jalur interpretasi flora-fauna.
Ekopariwisata yang “digarap” sedemikian rupa akan mampu menciptakan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat setempat. Peluang kerja muncul mulai dari pemandu lokal, penyedia jasa homestay, penyewaan alat outdoor hingga usaha kuliner berbasis lokal. Selain itu, pendapatan dari retribusi dan tiket masuk dapat dialokasikan sebagian untuk pemeliharaan dan konservasi kawasan. Sehingga benang merahnya jelas: ekopariwisata bukan hanya menghasilkan wisatawan, tetapi juga menjadi instrumen pemulihan dan pemeliharaan ekosistem secara berkelanjutan.
Konservasi alam menjadi aspek yang tidak bisa dikesampingkan dalam skema ini. DLH Jawa Timur menempatkan konservasi sebagai fondasi agar ekopariwisata tidak berubah menjadi “wisata massal” yang mengikis alam. Strateginya meliputi: rehabilitasi vegetasi lokal, pengendalian erosi, pemantauan kelelawar, burung atau satwa endemik, serta pengaturan jalur wisata agar dampak manusia tetap minimal. Intervensi aktif, seperti penanaman pohon, pembuatan zona buffer dan pengawasan kebersihan kawasan, menjadi bagian dari komitmen jangka panjang. Kawasan yang telah dikelola dengan baik berpotensi memperoleh sertifikasi ekowisata atau sertifikat konservasi, meningkatkan kredibilitas dan daya tarik wisatawan sadar lingkungan.
Salah satu contoh nyata potensi ekopariwisata di Jawa Timur adalah kawasan Telaga Sarangan dan lereng sekitarnya. Penelitian tentang “eco green tourism” sebagai inovasi pelayanan pariwisata menunjukkan bahwa kawasan ini jika dikelola dengan pendekatan lingkungan bisa menjadi pilot project ekopariwisata unggulan di Jatim. Selain itu, pembangunan ekonomi hijau di Jawa Timur sendiri masih menghadapi tantangan besar dari aspek regulasi, kapasitas kelembagaan, dan integrasi sektor swasta-masyarakat. DLH Jatim berpotensi menjadi katalisator perubahan tersebut melalui program-program konkret dan kolaboratif.
Untuk memperkuat upaya ini, DLH Jawa Timur perlu merancang strategi promosi yang tepat. Promosi tidak cukup lewat brosur atau papan reklame melainkan narasi yang menyentuh: mengajak wisatawan untuk menjadi bagian dari upaya pelestarian, bukan sekadar konsumen objek wisata. Media digital seperti situs resmi, media sosial, blog perjalanan, vlog, dan kerja sama dengan influencer lingkungan dapat membantu menyebarkan cerita keberhasilan ekopariwisata-konservasi. Dalam promosi, aspek edukatif sangat penting: bukan hanya “apa yang bisa dilihat”, tetapi “apa yang bisa dipelajari dan dilakukan oleh wisatawan agar ikut menjaga”.
Selanjutnya, DLH Jawa Timur harus menerapkan sistem pemantauan dan evaluasi kinerja kawasan wisata. Indikator seperti jumlah pengunjung, tingkat kepuasan pengunjung, pendapatan lokal, efektivitas rehabilitasi alam, dan kepatuhan pengunjung terhadap aturan lingkungan bisa digunakan sebagai tolok ukur. Dengan demikian, keputusan kebijakan (misalnya pembatasan kuota pengunjung, rotasi jalur wisata, atau penyesuaian tarif) bisa dilakukan secara responsif sesuai kondisi lapangan.
Sinergi multi-pihak sangat krusial: DLH Jawa Timur menjalin kerjasama dengan pemerintahan kabupaten/kota, desa, akademisi, lembaga swadaya masyarakat lingkungan, dan sektor swasta. Pendampingan teknis kepada pengelola lokal tentang konservasi, pelatihan pemandu, pengembangan UMKM lokal (oleh-oleh, makanan khas) bisa dijadikan program unggulan. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya dalam bentuk pekerjaan, tetapi juga kepemilikan bersama terhadap visi pelestarian kawasan. Jika masyarakat melihat manfaat langsung (ekonomi serta kualitas lingkungan), rasa kepemilikan dan tanggung jawab akan meningkat.
Salah satu keuntungan utama dari pendekatan ini adalah efisiensi jangka panjang yaitu dengan ekopariwisata yang dikelola baik, tekanan biaya perawatan dan rehabilitasi cenderung lebih rendah dibanding pembangunan fasilitas masif yang rentan rusak. Selain itu, kawasan yang bersih dan terpelihara akan lebih menarik bagi wisatawan berkualitas, yang bersedia membayar lebih tinggi demi pengalaman yang unik dan berkelanjutan.
Tentu saja, tantangan tetap besar. Ancaman seperti alih fungsi lahan, sampah wisatawan, vandalisme, dan tekanan ekonomi lokal bisa menggoyahkan keseimbangan konservasi. Oleh karena itu DLH Jawa Timur harus waspada terhadap fenomena “overtourism” (kerumunan wisatawan berlebihan), dan siap menerapkan kuota pengunjung, jalur bergilir, hingga sistem reservasi daring. Regulasi lokal dan sosialisasi menjadi kunci agar masyarakat memahami bahwa menjaga alam sama pentingnya dengan memanfaatkan alam.
Agar keberlanjutan tetap terjaga, DLH Jawa Timur perlu memasukkan aspek ekopariwisata dan konservasi dalam rencana strategis lingkungan jangka panjang. Bahkan dalam dokumen Rakerda atau laporan tahunan, dimungkinkan menetapkan target pengurangan tekanan ekologis sekaligus target pendapatan ekowisata. Misalnya, target rehabilitasi vegetasi per tahun, target kesejahteraan masyarakat lokal, dan target promosi digital wisata berkelanjutan. Konsistensi dalam pelaksanaan dan penganggaran menjadi elemen penentu.
https://dlhjawatimur.id/ adalah pintu utama bagi publik untuk mengenal visi, program, dan peluang partisipasi dalam ekopariwisata dan konservasi di Jawa Timur. Dengan dukungan masyarakat dan kerja sama lintas sektor, upaya ini bukan hanya membangun destinasi wisata alam, tetapi juga menegaskan bahwa pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan sejatinya dapat berjalan seiring sebagai wujud nyata ekonomi hijau.